Guyv7L2vSNhTu9NNIC4AGodmAsDGZpqzql8qRx1N
Bookmark

Syarat Hasan bin Ali Menyerahkan Kekhilafahan Kepada Muawiyah bin Abi Sufyan: Riwayat Palsu dan Analisanya

Hai! Apakah Anda sedang mencari penjelasan tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan? Jika jawaban Anda adalah “Iya”, selamat! Sekarang Anda sedan membaca artikel yang tepat. Mengapa? Karena itulah yang akan saya jelaskan pada artikel ini. Sebagai muslim, Anda harus memahami itu. Karena itulah saya menulis artikel ini. Jadi, Anda harus membacanya sampai selesai!

Artikel ini berisi promosi buku tentang penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang harus Anda baca. Saya akan menjelaskan itu akhir pembahasan.

hasan bin ali, syarat hasan bin ali menyerahkan kekhilafahan kepada muawiyah bin abi sufyan, muawiyah bin abi sufyan, perdamaian antara hasan bin ali dan muawiyah bin abi sufyan,

Secara spesifik, ada beberapa hal penting tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan pada artikel ini. Beberapa hal penting yang saya maksud adalah sebagai berikut”

Siapakah Hasan bin Ali?

Hal penting pertama tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan sekarang adalah “Siapakah Hasan bin Ali?”. Saya ingin Anda memahami itu di awal pembahasan ini karena Hasan bin Ali adalah salah satu tokoh utama dalam proses penyerahan kekhilafahan, yang juga dalam pembahasan ini, yang harus dipahami dengan baik.

Hasan bin Ali adalah putra pertama Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulullah Saw. Dia lahir pada paruh bulan Ramadan tahun 3 hijria. Nabi Muhammad memberinya nama “Hasan” dan mencukur rambutnya pada hari ketujuh dari kelahirannya.

Ada banyak kajian yang menjelaskan tentang masa kecil Hasan bin Ali. Tapi satu hal yang ingin saya jelaskan tentang dia sekarang adalah warisan yang telah diberikan Nabi Muhammad kepadanya, sebelum beliau meninggal dunia. Dalam riwayat Ibnu Abi Hadid dijelaskan, bahwa Zainab binti Abi Rabi’ berkata, “Fatimah ‘alaihâ as-Salam datang kepada Rasulullah Saw. dengan membawa kedua putranya ketika beliau sakit yang mengakibatkan beliau meninggal dunia. Dia lalu berkata, “Wahai Rasulullah, dua anak ini adalah putra Anda (maksudnya adalah dua cucu Anda). Warisilah mereka sesuatu!” Beliau lalu bersabda, “Adapun Hasan, dia akan mewarisi kebesaran dan kemuliaanku. Sedangkan Husain, dia akan mewarisi keberanian dan kedermawananku.”[1] 

Dalam sejarah perpolitikan Islam awal, Hasan bin Ali adalah khalifah kelima. Dia menjadi khalifah menggantikan ayahandanya, Ali bin Abi Thalib, yang meninggal dunia karena dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, salah satu orang Khawarij yang selamat dari ganasnya perang di Nahrawan.

Siapakah Muawiyah bin Abi Sufyan?

Hal penting kedua tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan sekarang adalah “Siapakah Muawiyah bin Abi Sufyan?”. Saya ingin Anda memahami itu sekarang karena Muawiyah bin Abi Sufyan adalah tokoh utama lain dalam sejarah besar yang terjadi di era Islam awal tersebut yang harus dipahami dengan baik.

Muawiyah bin Abi Sufyan adalah raja pertama dalam sejarah perpolitikan Islam. Dia menjadi raja setelah Hasan bin Ali menyerahkan tampuk kepemimpinan kaum Muslim kepadanya. Nama lengkapnya adalah Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Da berasal dari bani Umawiyah.

Dalam berbagai literasi sejarah Islam, Muawiyah bin Abi Sufyan kerap dikisahkan sebagai pemberontak pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib dan orang pembunuhan terhadap Hasan bin Ali. Padahal, jika Anda membaca literasi-literasi tersebut lebih mendalam, Anda akan menemukan penjelasan yang sebaliknya: dia tidak memberontak pada pemerintahan khalifah keempat dan sama sekali tidak menyuruh Ja’dah binti al-Asy’ats bin Qais al-Kindi meracuni cucu Nabi Muhammad itu. Saya telah menjelaskan banyak hal secara detal dalam buku tentang proses penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan di akhir pembahasan dalam artikel ini.

Singkatnya, sahabat Nabi Muhammad yang sekaligus salah satu penulis wahyu ini secara argumentatif terbebas dari pemahaman-pemahaman negatif mayoritas kaum muslim selama ini. Demikian pula putranya, Yazid bin Muawiyah.

Tiga Pertanyaan Dasar Tentang Penyerahan Kekhilafahan dari Hasan bin Ali Kepada Muawiyah bin Abi Sufyan

Hal penting ketiga tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan sekarang adalah tiga pertanyaan dasar tentang penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Saya ingin Anda memahami itu semua sekarang agar Anda memiliki pemahaman yang baik tentang topik utama dalam pembahasan ini.

Adapun tiga pertanyaan dasar tentang penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang saya maksud adalah sebagai berikut:

Kapan Hasan bin Ali Menyerahkan Kekhilafahan Kepada Muwiyah bin Abi Sufyan?

Jika ada yang bertanya kepada Anda, “Kapan Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan?”, jawabannya adalah sebagai berikut:

Ada perbedaan riwayat sejarah tentang tahun penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan:

  • Dalam riwayat Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa perdamaian tersebut terjadi pada tahun 40 hijria. Itu adalah pendapat yang masyhur di kalangan sejarawan muslim.
  • Riwayat ath-Thabari menjelaskan, bahwa perdamaian tersebut terjadi pada tahun 41 hijria. Selain itu, para sejarawan juga berbeda pendapat tentang bulan terjadinya perdamaian; ada yang mengatakan, bahwa perdamaian tersebut berlangsung pada hari kelima bulan Rabiul Awal; ada yang mengatakann pada Rabiul Akhir; ada yang mengatakan pada permulaan bulan Jumadil Ula.[2]  

Tahun terjadiya penyerahan tampuk kekhilafahan tersebut disebut sebagai tahun persatuan (‘Âmu al-Jamâ’ah).

Di Mana Hasan bin Ali Menyerahkan Kekhilafahan Kepada Muwiyah bin Abi Sufyan?

Saya telah membaca berbagai riwayat al-Baladzuri,[3]  ath-Thabari,[4]  al-Ya’qubi,[5]  Miskawaih,[6]   Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir[7]  tentang proses penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Saya menemukan banyak sekali perbedaan riwayat para sejarawan muslim klasik tentang itu. Tapi, saya tidak menemukan riwayat sejarah yang menjelaskan tempat terjadinya proses penyerahan tersebut.

Jadi, kaitannya dengan pertanyaan di atas, saya belum menemukan jawabannya.

Mengapa Hasan bin Ali Menyerahkan Kekhilafahan Kepada Muwiyah bin Abi Sufyan?

Jika Anda membaca riwayat-riwayat al-Baladzuri, ath-Thabari, al-Ya’qubi, Miskawaih, Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir tentang proses penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abu Sufyan, Anda akan menemukan penjelasan yang bermacam-macam tentang alasan mengapa putra Ali bin Abi Thalib tersebut melakukan itu. Penjelasannya sangat panjang. Anda bisa menemukannya dalam buku “Pembantaian Keturunan Abu Thalib dalam Carut-Marut Riwayat Sejarah”, yang merupakan buku yang menjelaskan (salah satunya) penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.

Tapi, dari sekian banyak riwayat yang saya temui, hanya riwayat Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir yang bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmu (Ibnu Hajar memvalidasi pendapatnya). Bahwa, Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan tanpa syarat apapun. Dengan demikian, maka bisa disimpulkan bahwa alasan Hasan bin Ali melakukan hal itu adalah untuk menghindari pertumbahan darah di internal kaum muslim.

Riwayat-Riwayat Palsu Tentang Syarat Hasan bin Ali Menyerahkan Kekhilafahan Kepada Muawiyah bin Abi Sufyan

Hal penting keempat tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan sekarang adalah penjelasan yang spesifik. Jadi, saya sangat berharap Anda membaca penjelasan di bawah ini dengan sangat baik.

Syarat-Syarat Penyerahan Kekhilafahan dalam Riwayat al-Baladzuri

Ada lima syarat yang diajukan Hasan bin Ali jika Muawiyah menginginkan kekhilafahan dalam riwayat al-Baladzuri:

  1. Muawiyah bin Abi Sufyan harus menjalankan pemerintahan sesuai ajaran Islam dan sunah para Khalifah sebelumnya.
  2. Muawiyah bin Abi Sufyan tidak boleh mengangkat putra mahkota untuk menggantikannya.
  3. Jika Muawiyah bin Abi Sufyan telah meninggal dunia, maka pemilihan pemimpin harus diputuskan dengan musyawarah.
  4. Muawiyah bin Abi Sufyan harus menjamin keselamatan jiwa, harta, dan keturunan kaum muslim.
  5. Muawiyah bin Abi Sufyan tidak boleh memburu Hasan bin Ali, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, dan tidak boleh membuat takut sahabat-sahabatnya.

Syarat-Syarat Penyerahan Kekhilafahan dalam Riwayat ath-Thabari

Ada tiga riwayat yang saling memunggungi tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi Muawiyah bin Abi Sufyan jika dia menginginkan Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepadanya dalam riwayat ath-Thabari:

  1. Muawiyah harus memberi, salah satunya, lima juta (tidak dijelaskan apakah Dirham atau Dinar) dari Baitul Mal Kuffah. Dia melakukan itu karena, bagi dia, penduduk Kuffah telah membunuh Ali bin Abi Thalib (ayahnya), serangan mereka kepada dirinya, dan mereka telah merampas hartanya.[8] 
  2. Muawiyah harus memberinya harta yang ada di Baitul Mal, upeti daerah Darabjird,[9]  dan dia tidak mau mendengar Ali bin Abi Thalib dihina. Dia pun lalu mengambil lima juta (tidak dijelaskan apakah Dirham atau Dinar) dari Baitul Mal Kuffah.[10]
  3. Riwayat ath-Thabari yang ketiga ini menjelaskan bahwa Hasan bin Ali mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi Muawiyah bin Abi Sufyan. Hanya saja dalam riwayatnya ini tidak dijelaskan apa saja syaratnya secara spesifik. Selain itu, Muawiyah juga sudah mengirim surat kepadanya. Surat tersebut hanya berbentuk lembaran putih yang di bawahnya terdapat stempel Muawiyah. Muawiyah menginginkan agar dia menuliskan apa saja yang dia kehendaki di lembaran tersebut agar perdamaian segera terlaksana.

Syarat-Syarat Penyerahan Kekhilafahan dalam Riwayat al-Ya’qubi

Dalam riwayat al-Ya’qubi dijelaskan, bahwa Hasan bin Ali melihat dirinya tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi Muawiyah bin Abi Sufyan. Karena itulah dia lalu mengirim surat kepada Muawiyah untuk menawarkan perdamaian. Jadi, dalam al-Ya’qubi tidak dijelaskan apakah Hasan bin Ali mengajukan syarat penyerahan kekhilafahan atau tidak.

Syarat-Syarat Penyerahan Kekhilafahan dalam Riwayat Miskawaih

Ada tiga syarat yang diajukan Hasan bin Ali jika Muawiyah menginginkan kekhilafahan dalam riwayat Miskawaih:

  1. Muawiyah bin Abi Sufyan harus memberinya uang sebanyak lima juta (tidak dijelaskan apakah itu Dinar atau Dirham) yang ada di Baitul Mal.
  2. Muawiyah bin Abi Sufyan harus memberinya upeti daerah Darabjird.
  3. Hasan bin Ali tidak mau mendengar Ali bin Abi Thalib dihina.

Syarat-Syarat Penyerahan Kekhilafahan dalam Riwayat Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir

Dalam riwayat Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Hasan bin Ali tidak mengajukan syarat apapun kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Proses penyerahannyapun dilakukan dalam kondisi Hasan bin Ali masih punya kekuatan untuk melawan Muawiyah bin Abi Sufyan, bukan seperti yang dijelaskan dalam riwayat al-Ya’qubi.

Sekali lagi, dari sekian banyak riwayat yang saya temui, hanya riwayat Ibnu Hajar dan Ibnu Katsir yang bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmu (Ibnu Hajar memvalidasi pendapatnya). Bahwa, Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan tanpa syarat apapun. Dengan demikian, saya pun memilih riwayat dua sejarawan ini karena hanya riwayat mereka yang mendapatkan verifikasi ilmu.

Buku Tentang Penyerahan Kekhilafahan dari Hasan bin Ali Kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang Harus Anda Baca

Hal penting kelima tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang akan saya jelaskan sekarang adalah buku tentang penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan yang harus Anda baca. Buku yang saya maksud adalah buku “Pembantaian Keturunan Abu Thalib dalam Carut-Marut Riwayat Sejarah”, karya saya sendiri.

Secara umum, buku tersebut menjelaskan kisah pembunuhan yang dialami empat orang keturunan Abu Thalib dan hal-hal penting dalam kisah hidup mereka. Empat orang yang saya maksud adalah Jakfar bin Abi Thalib, Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, dan Husein bin Ali. Jadi, penyerahan kekhilafahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam buku tersebut.

Harga buku tersebut adalah Rp. 90.000 (Rp. 110.000), belum termasuk Ongkir (ongkos kirim). Mahal?

Saya kira harga buku tersebut tidak terlalu mahal jika dibandingkan wacana baru yang akan Anda dapatkan setelah membaca buku tersebut.

Cara Pemesanan

Jika Anda berminat membeli buku tersebut, Anda bisa menghubungi saya lewat nomor WhatsApp: 0853-3949-9110. Buku tersebut tidak dijual di toko buku manapun, bahkan di toko-toko online. Pembelian hanya lewat saya.

Anda tidak perlu khawatir soal penipuan. Buku tersebut sudah dicetak lebih dari satu kali, dibeli dan dibaca oleh banyak orang.

Pembaca semua! Itulah penjelasan singkat tentang tentang syarat Hasan bin Ali menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan dan beberapa hal penting tentang itu. Apakah Anda paham? Jika Anda ingin bertanya, silahkan bertanya!

Saya kira cukup sekian untuk artikel ini. Semoga bermanfaat. Amin.

Sampai jumpa lagi di artikel berikutnya!


[1] Izzuddin Abi Hamid Abdil Hamidin Hibbatullah al-Madaini (Ibnu Abi Hadid), Mausû’atu Syarhi Nahji al-Balâghah, Vol. XVI, Dar Nadhir Abbud, Beirut, Cet. I, 2004, Hal. 9. Menurut Ibnu Katsir, riwayat tersebut tidak valid karena tidak ada satu pun ulama yang meriwayatkannya dalam buku-buku muktbar. Lihat, Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Bushrawi ad-Dimsyaqi (Ibnu Katsir), al-Bidâyah wa an-Nihâyah, Vol. III, Dar Sader, Cet. I, 2005, Hal. 2168.

[2] Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Bushrawi ad-Dimsyaqi (Ibnu Katsir), ibid, Vol. VIII, Hal. 2060 dan 2062, dan Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Târîkhu ath-Thabari, Vol. II, Dar Ibnu Hazm, Beirut, 2014, Hal. 1512-1514.

[3] Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri, Ansâbu al-Asyrâf, Vol. II, ditahkik oleh Muhammad Muhammad Tamir, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Beirut, Cet. I, 2011, Hal. 281-285.

[4] Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op. cit., Vol. II, Hal. 1509-1512.

[5] Ahmad bin Abi Ya’qub bin Jakfar bin Wahab, Târîkh al-Ya’qûbiy, Vol. II, Dar Sader, Beirut, Cet. II, 2010, Hal. 215.

[6] Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub Miskawaih, Tajârubu al-Umam wa Ta’âqubu al-Himam, dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, ditahkik oleh Sayid Kasrawi Hasan, Vol. I, Cet. I, 2003, Hal. 370-371.

[7] Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (Ibnu Hajar), Fathu al-Bâriy bin Syarhi Shahîhi al-Bukhâriy, Vol. VIII, hadith nomor 2704, Kitâbu ash-Shulhi, ar-Risalah al-Alamiyah, cabang Bairut, Cet. I, 2013, Hal. 403-404, PDF, dan Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Bushrawi ad-Dimsyaqi (Ibnu Katsir), op. cit., Vol. VIII, Hal. 2061.

[8] Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op. cit., Vol. II, Hal. 1509.

[9] Darabjird adalah nama untuk daerah kekuasaan Persia, daerah di Isthakhr dan daerah di Nisabur. Tapi yang dimaksud di sini adalah nama untuk daerah kekuasaan persia. Lihat, Yaqut bin Abdillah al-Hamwiy ar-Rumi al-Baghdadi, Mu’jamu al-Buldân, دارابْجِرْد, Dar Sader, Beirut, Cet. IX, 2015, Vol. II, Hal. 419.

[10] Abu Jakfar Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op. cit., Vol. II, Hal. 1510. Kita juga bisa menemukan riwayat tersebut dalam, Abu al-Hasan Ali bin Abi al-Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdul Wahid asy-Syaibani (Ibnu al-Atsir), al-Kâmil fî at-Târîkh, Vol. III, Dar Sader, Beirut, Cet. I, 2009, Hal. 207, Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Bushrawi ad-Dimsyaqi (Ibnu Katsir), op. cit., Vol. VIII, Hal. 2060.

DONASI VIA PAYPAL Jika artikel ini bermanfaat dan Anda berkenan membantu kami mengembangkan website ini dengan memberi sedikit donasi, Anda bisa melakukannya via Paypal. Terima kasih.
Posting Komentar

Posting Komentar